Tinggal di Kebun Sawit, Warga Disabilitas Keterbatasan Akses Pengobatan

 

Bengkulu, eWarta.co - Viralnya Ari, anak penyandang disabilitas dari orangtua Jusali mendapat respon dari Kementerian Sosial Republik Indonesia. Pasalnya keterbatasan akses dan kebutuhan hidup keluarga dengan satu hektare kebun sawit ini membuat orangtua Ari tak mampu mengobatkan anaknya yang mengalami gangguan mental.

Ari yang tinggal di Desa Datar Lebar Kecamatan Lais kabupaten Bengkulu Utara, Bengkulu pun sempat mendapat bantuan wartawan setempat yang mencoba membantu memberitakan kondisinya agar menggugah pemerintah daerah.

Tak lama, beritanya pun viral membuat pihak kementerian melalui Sentra Dharma Guna Bengkulu melakukan kunjungan langsung ke rumah keluarga petani gurem ini. Dua orang tim dari pusat, Ajeng dan Stephani ke Provinsi Bengkulu, didampingi perwakilan Sentra Dharmaguna dan Dinas Sosial Bengkulu Utara mengunjungi, keluarga Jasuli, kemarin.

Kementerian Sosial melihat kondisi kehidupan dan usaha yang menjadi tumpangan perekonomian, sebagai bahan pertimbangan untuk langkah-langkah membantu meringankan beban keluarga Jasuli dalam proses merawat Ari.

“Kami turun langsung mengecek rumah dan ke kebun Bapak Jasuli, nantinya untuk bahan pertimbangan pihak kementerian Sosial dalam proses pengobatan dan membantu keluarga Ari untuk mendapatkan kehidupan yang lebih layak dengan bantuan berkelanjutan," terang Ajeng.

Dari asesmen terhadap keluarga, diketahui sejak usia 4 hari Ari, remaja tersebut pernah mengalami panas tinggi dan kejang. Setahun kemudian, perkembangan tulang tangan dan kaki Ari terlihat tidak normal.  

"Hasil pemeriksaan dan diagnosa Ari mengalami sakit poliomyelitis (penyakit virus polio). Dokter menganjurkan Ari dirujuk ke dokter syaraf," kata Ajeng.  

"Setelah itu Ari kami rujuk ke dokter spesialis syaraf di Rumah Sakit Ummi Bengkulu. Hasil pemeriksaan menunjukkan Ari menderita sakit Cerebral Palsy yaitu penyakit gangguan perkembangan otak yang disebabkan oleh kejang berulang," imbuhnya.

Ajeng menambahkan, kebun seluas lebih kurang 1 hektar, selama ini telah menjadi penunjang ekonomi keluarga ini. Dengan kondisi sawit yang jarang dipupuk dapat diketahui bahwa hasilnya tidak maksimal dan tidak akan cukup untuk biaya pengobatan.

"Kemungkinan dengan kebun kurang lebih 1 hektar belum mencukupi untuk kebutuhan sehari-hari. Harapan kita kedepannya akan ada bantuan dari yang lain yang akan berkelanjutan," kata Ajeng.

Ajeng berharap dengan adanya kerjasama dari semua pihak dalam proses membantu keluarga Jasuli ini mudah-mudahan dapat segera diatasi, sehingga keluarga ini bisa hidup layaknya seperti masyarakat Lainnya.

"Terkhusus dalam proses perawatan Ari, supaya bisa hidup lebih baik kedepannya. Sementara ini, Ari akan kami rujuk pengobatannya ke rumah sakit daerah," demikian Ajeng.