BENGKULU,eWARTA.co -- Pemerintah Kota (Pemkot) Bengkulu tahun ini merevitalisasi Monumen Mrs Zieck di Persimpangan Kelurahan Pasar Melintang Kota Bengkulu Provinsi Bengkulu.
Pemerhati Sejarah, Benny Hakim Bernadie mengapresiasi adanya tindakan Pemkot dalam upaya menjaga situs sejarah dengan kembali merevitalisasinya menjadi taman kota.
Sebelumnya era tahun 70-an, penghancuran monumen peninggalan kolonisasi pertanian Belanda Mrs SL Zieck-van Hengel, isteri Wouter Jacob Reichard Zieck pernah dilakukan rakyat Bengkulu.
Namun usai dibangun lagi, Tugu Lupis Azimuth kembali dihancurkan pada tahun 1985 oleh pemerintah daerah. Alasannya kala itu sepele, hanya untuk pelebaran jalan.
Benny menerangkan sang suami Wouter Jacob Reichard Zieck yang menetap di Bengkulu tahun 1927 hingga 1931 ini, beberapa peninggalannya tak pernah diungkap.
Padahal ini merupakan aset sejarah yang terlupakan dan pernah ada. Zieck juga pernah meninggalkan jejak berdirinya sebuah Pasar Malam, pondasi batu pertama Mulo.
"Termasuk monumen penyingkapan pada keberangkatan Mrs Zieck, wanita residen, yang konon berasimilasi dengan penduduk pribumi setempat," kata Benny, Selasa (11/1/22).
Monumen ini diresmikan sendiri oleh Nyonya SL Zieck-van Hengel, Tahun 1931. Monumen itu kemudian berubah nama menjadi Monumen Perjuangan Rakyat Bengkulu dan kembali direvitalisasi oleh Gubernur Bengkulu periode 2 Razie Jachya pada tahun 1994.
Tidak hanya itu saja, monumen ini nyaris rusak. Pembangunan terowongan bawah tanah yang kini terabaikan, pengaliannya sudah masuk radius monumen. Ini terjadi di era Gubernur Bengkulu Agusrin M Najamuddin yang mencoba membuat jalan terowongan bawah tanah, melingkari tugu bersejarah itu.
"Meski proyek itu gagal. Tapi radius situs bersejarah itu tersentuh, anak tangganya yang dulu ada enam, kini hilang satu," kata Benny.
Benny pernah menuliskan beberapa arsip peninggalan Belanda, Inggris dan Jepang yang kesemuanya banyak diberangus oleh pemerintah daerah sendiri.
Ia menyayangkan perbandingan tidak serupa dengan provinsi lain yang justru menjaga peninggalan kolonial atau hal-hal yang mempunyai nilai sejarah selalu dipelihara, diberdayakan dengan diambil manfaatnya untuk daerah.
"Apakah penguasa dan pengurus provinsi ini tidak suka, ingin, gemar bahkan tak perduli dengan kekayaan nilai sejarah tersebut," tanya Benny.
"Peninggalan sejarah yang ada itu tidak berguna atau memuat kisah pembantaian anak negeri. Klasik atau mungkin klise memang, kalau itu jawabannya," sesalnya. (Bisri)