BENGKULU,eWARTA.co -- Siapa sangka kehadiran kuliner ketupat memiliki banyak filosofi di dalamnya. Budaya untuk membuat ketupat atau kupat dan disantap saat Hari Raya Idul Fitri itu rupanya telah ada sejak zaman wali songo. Sunan Kalijaga lah yang memperkenalkan adanya kuliner ketupat yang setianya disajikan sepekan setelah lebaran.
Melansir suara.com, Sunan Kalijaga membudayakan dua kali ibadah, yakni bakda lebaran dan bakda ketupat yang dimulai sepekan setelah lebaran. Bagi orang jawa, kupat memiliki folosofi khusus yang bermakna ngaku lepat dan laku papat.
Ngaku lepat berarti mengakui kesalahan, sementara laku papat adalah empat tindakan. Dengan mengakui kesalahan, orang jawa akan melakukan sungkeman, yakni prosesi saling memaafkan yang dilakukan orang yang lebih muda kepada orang yang lebih tua.
Sementara laku papat atau empat tindakan yang tercermin dari sisinya, yaitu memaknai Lebaran sebagai kata dasar ‘lebar’ yang artinya pintu ampun dibuka untuk orang lain, Luberan atau ‘luber' yang artinya melimpah dan memberi sedekah pada orang yang membutuhkan, Leburan atau ‘lebur’, bermakna melebur dosa yang dilalui selama satu tahun dan Laburan atau ‘kapur’ yang punya makna menyucikan diri atau putih kembali seperti bayi.
Kupat atau ketupat menjadi hidangan yang bersimbol keempat filosofi itu. Sunan Kalijaga mengenalkan kupat saat momen halal bi halal dengan tujuan membawa pesan damai dan keberkahan di Hari Raya Idul Fitri/Lebaran.
Adapun kupat adalah kuliner yang berisi beras dibungkus menggunakan daun kelapa muda atau janur kemudian direbus hingga masak. Kini, bentuk kupat tidak hanya seperti kubus atau kotak, melainkan beraneka macam. Kupat menjadi pelengkap atau cocok dihidangkan bersama sayur opor, rendang atau masakan yang berjenis santan lainnya.
Makna janur pembungkus kupat diambil dari Bahasa Arab yang memiliki arti setelah datang cahaya. Kupat seperti hati manusia, apabila dibela pasti isinya bersih bebas dari iri dan dengki.
Sebagai budaya yang diwariskan oleh leluhur, seharusnya umat islam memuliakan budaya tersebut. Inilah cikal bakal munculnya kalimat mohon maaf lahir dan batin saat Hari Raya Idul Fitri atau lebaran.
Demikianlah ulasan mengenai kenapa Hari Raya Idul Fitri atau lebaran identik dengan sajian ketupat atau kupat. Ternyata hal itu tidak lepas dari makna atau filosofi yang terkandung di dalamnya. (Bisri)