BENGKULU, eWarta.co -- Dimulainya pembangunan jembatan layang di kawasan Danau Dendam Tak Sudah Kota Bengkulu menyisakan pekerjaan rumah bagi Pemerintah Provinsi Bengkulu yaitu keberadaan makam yang dianggap makam keramat.
Gubernur Bengkulu, Rohidin Mersyah mengatakan, bahwa makam tersebut memiliki nilai historis atau sejarah bagi masyarakat setempat.
Sehingga makam tersebut tidak akan dipindahkan atau di relokasi ke tempat lain, melainkan nantinya justru dipercantik dengan taman di seputaran lokasi makam
“Apa yang disampaikan oleh masyarakat akan kita tindaklanjuti, dengan melakukan modifikasi lokasi tersebut, sehingga tidak menghilangkan nilai historis bagi masyarakat,” ujar Gubernur, kemarin.
"Nantinya makam akan kami percantik setelah tahap pembangunan selesai, sehingga tidak mengganggu nilai historisnya," tegas Gubernur.
Danau Dendam Tak Sudah sekarang sudah menjadi kawasan Cagar Alam Dusun Besar. Danau ini memiliki kuburan keramat Sapu Jagat atau Keramat Pintu Air.
Menurut cerita secara turun temurun, keramat tersebut merupakan keramat orang sakti yang memiliki ilmu. Nama keramat oleh warga Suku Lembak disebut Keramat Pitu Ayo, yang berarti Keramat Pintu Air.
Masyarakat sekitar kerap menyempatkan diri hadir ke keramat tersebut, jika musim panen sebagai bentuk syukur terhadap hasil panen.
Sementara itu Pengamat Ilmu Lingkungan dari Universitas Islam Fatmawati Sukarno Bengkulu Dr Ahmad Walid, meminta keberadaan makam keramat sebagai benda cagar budaya masyarakat suku lembak harus tetap dipertahankan.
"Proyek Pengembangan Danau Dendam Tak Sudah tersebut jangan sampai di kemudian hari ikut menggusur makam keramat," kata Walid.
Pakar lingkungan hidup itu mengatakan bila makam atau keramat tersebut memang sudah berusia lebih dari 50 tahun maka termasuk dalam benda cagar budaya.
“Seperti diatur dalam Undang-Undang Nomor 11 tahun 2010 tentang Benda Cagar Budaya,” ujar Walid.
Walid menjelaskan benda-benda yang termasuk cagar budaya diklasifikasikan menjadi empat bagian. Pertama yaitu klasifikasi A yang tidak boleh dibongkar atau diubah sama sekali. Kedua, klasifikasi B yakni bisa diubah sedikit tanpa meninggalkan bentuk aslinya.
“Selanjutnya klasifikasi C yaitu bisa diubah cukup banyak mencapai setengahnya, dan keempat klasifikasi D yaitu bisa dibongkar atau diubah total,” kata Walid.
Dia menambahkan areal pemakaman merupakan bagian dari ruang terbuka hijau sehingga tidak bisa begitu saja digusur.
"Baiknya Pemprov mempertimbangkan sekaligus mengamankan keramat tersebut bagi masyarakat lembak sehingga di kemudian hari tidak terjadi konflik di masyarakat," singkatnya.
Sementara itu berdasarkan pengakuan warga setempat, saat operator alat berat akan memulai pengerjaan dan membuka jalan di sekitar makam, pada hari pertama sempat diganggu oleh ular besar yang mengitari alat berat hingga membuatnya menunda pekerjaan.
"Spontan tokoh adat dan masyarakat sekitar melakukan ritual adat yakni dengan memotong kambing dan menggelar doa. Besoknya, ular besar tidak datang lagi," cerita warga setempat yang tidak menyebutkan namanya.